Wartakotamu.com Situbondo, 20 Juni 2025: Dugaan praktik kotor dalam pengelolaan anggaran publik kembali mencuat di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur. Kali ini, sorotan tajam datang dari Lembaga Swadaya Masyarakat Situbondo Investigasi Jejak Kebenaran (LSM SITI JENAR) yang secara resmi mengajukan laporan pengaduan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta.

Laporan dengan nomor 39 / Lpdu.masy.TPK/ 06/ 2025 tersebut mengungkap secara rinci dugaan praktik pengkondisian lelang proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten Situbondo. Dalam laporan setebal satu bendel itu, LSM SITI JENAR menyampaikan indikasi adanya aktor luar yang mengatur proses pengadaan dari balik layar—menguasai hasil lelang, mengarahkan keputusan panitia, dan berpotensi menimbulkan kerugian negara.

Modus Korupsi Baru: Kuasa Tersembunyi Seorang “BO” dalam Tender Pemerintah.
Dugaan utama yang disoroti dalam laporan ini adalah adanya “Beneficial Owner” (BO)—pihak tidak resmi yang diduga mengendalikan jalannya pengadaan pemerintah. Sosok yang dimaksud adalah seorang perempuan berinisial PP, yang meski tidak tercatat sebagai pelaksana resmi atau direksi perusahaan peserta tender, disebut memiliki kendali penuh terhadap CV Delta Pratama Consultant.
Perusahaan tersebut hampir selalu menjadi pemenang dalam pengadaan jasa konsultansi di Situbondo, terutama pada proyek Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Kemenangan beruntun dari tahun ke tahun itulah yang memicu kecurigaan dan protes keras dari LSM.
Menurut temuan LSM SITI JENAR, sosok PP bukan hanya dikenal luas di kalangan kontraktor lokal, tetapi juga disebut-sebut dalam lingkungan birokrasi Pemprov Jawa Timur. Dalam struktur resmi, PP tidak memiliki kedudukan. Namun faktanya, ia diduga memegang kendali mutlak atas seluruh proses mulai dari perencanaan, penyusunan dokumen, hingga pelaksanaan proyek.

Dugaan Pelanggaran Multi-Level: Dari UU Keuangan hingga Etika Pengadaan.
Dalam laporan kepada KPK, SITI JENAR menyebut bahwa tindakan PP dan pihak-pihak yang terlibat telah melanggar sejumlah ketentuan hukum penting, di antaranya:
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, khususnya Pasal 3 ayat (1) yang mewajibkan keuangan negara dikelola secara tertib, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab.
Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, beserta perubahan dalam Perpres Nomor 12 Tahun 2021 dan Perpres Nomor 46 Tahun 2025, yang menekankan prinsip pengadaan bersaing, terbuka, tidak diskriminatif, serta akuntabel.
Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018 tentang transparansi pemilik manfaat dalam struktur korporasi, yang dilanggar ketika seorang “BO” mengendalikan badan usaha dari luar sistem resmi.
Selain pelanggaran hukum, laporan juga menyinggung aspek etika pejabat. Dalam Pasal 7 Perpres 16/2018 disebutkan bahwa seluruh pihak dalam pengadaan harus menghindari konflik kepentingan, bekerja profesional, tidak menyalahgunakan wewenang, dan tidak menerima gratifikasi. LSM menilai bahwa keterlibatan PP jelas merupakan pelanggaran serius terhadap norma-norma tersebut.
Honorarium Pejabat dan Celah Korupsi Sistematis:
LSM SITI JENAR juga menyoroti aspek lain yang tak kalah penting, yaitu pengelolaan honorarium panitia dan pejabat pengadaan. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39 Tahun 2024 tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2025, semua besaran honor panitia, PPK, KPA, dan PPHP telah diatur secara jelas.
Namun dalam praktiknya, terdapat indikasi bahwa honor tersebut:
Diberikan kepada pihak yang tidak berhak
Dikelola tanpa akuntabilitas
Dimanipulasi dengan praktik mark-up atau pencairan ganda
Bahkan dikondisikan untuk “mengamankan” tender kepada pihak tertentu.
Kondisi ini memperkuat dugaan bahwa pengadaan barang/jasa di Situbondo bukan hanya soal pelanggaran prosedur, tetapi telah menjelma menjadi sistem korupsi terstruktur dan terorganisir.
Bukti Kemenangan Tender Berulang: CV Delta Pratama Jadi Simbol Pengondisian.
Sebagai bukti konkret, LSM menyertakan lampiran data rekam jejak proyek CV Delta Pratama Consultant yang menang dalam berbagai tender RDTR dari tahun ke tahun. Kemenangan berulang oleh perusahaan yang sama, dalam bidang yang sama, dengan pola administrasi yang nyaris identik, menunjukkan adanya indikasi tidak sehatnya persaingan usaha dalam lelang pemerintah.
Dalam kondisi normal dan transparan, partisipasi banyak penyedia jasa akan menciptakan persaingan. Namun jika hasil lelang bisa diprediksi bahkan sebelum proses seleksi dimulai, maka yang terjadi bukan lagi pengadaan publik, melainkan persekongkolan pengambilalihan proyek oleh aktor tertentu.
Langkah Preventif: Mengadukan Saat Pengadaan Masih dalam Tahap Awal.
Berbeda dengan banyak laporan korupsi yang diajukan setelah proyek berjalan atau setelah timbul kerugian negara, SITI JENAR mengajukan laporan pada tahap pra-pelaksanaan. Menurut mereka, justru pada tahap inilah upaya pencegahan paling efektif dilakukan.
“Kalau kami tunggu sampai proyek dilaksanakan, maka kerusakan sudah tak bisa dicegah. Kami lapor sekarang agar negara tidak dirugikan. Ini bentuk kontribusi masyarakat sipil dalam menjaga anggaran publik,” kata Eko Febrianto.
Distribusi Laporan ke Lembaga Strategis Nasional:
Laporan ini bukan hanya ditujukan kepada KPK, melainkan juga disampaikan ke berbagai institusi negara, sebagai bentuk keseriusan dan dorongan agar masalah ini menjadi perhatian nasional. Lembaga yang menerima tembusan di antaranya:
1. Dewan Pengawas KPK
2. Presiden Republik Indonesia
3. Ketua Komisi III DPR RI
4. KPPU
5. Ombudsman RI
6. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan
7. Menteri Dalam Negeri
Distribusi ini menunjukkan bahwa LSM SITI JENAR tidak hanya menyoal persoalan administratif lokal, tetapi menilai kasus ini sebagai cermin dari kelemahan sistem pengadaan nasional, yang perlu pembenahan mendalam.
Penutup: Menagih Komitmen Pemerintah terhadap Reformasi Birokrasi dan Antikorupsi
LSM SITI JENAR menegaskan bahwa semangat pengaduan ini sejalan dengan komitmen pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, yang dalam Asta Cita—terutama poin ke-7—menekankan pentingnya reformasi birokrasi, penegakan hukum, dan pemberantasan korupsi serta narkoba.
Jika praktik seperti ini dibiarkan, maka cita-cita itu hanya akan menjadi slogan kosong. Sebaliknya, bila laporan ini ditindaklanjuti serius oleh KPK dan lembaga lainnya, maka akan ada harapan bahwa pembangunan di daerah seperti Situbondo bisa berjalan bersih, efektif, dan sesuai dengan asas-asas keuangan negara.

“Kami ingin Situbondo maju. Tapi kemajuan yang bersih. Bukan pembangunan yang dikotori oleh skenario-skenario tender busuk seperti yang sudah sudah sebelumnya. Ini bukan sekadar soal proyek. Ini soal masa depan keadilan dan uang rakyat,” tutup Eko Febrianto dengan penuh harap.
(Red/Tim-biro Sitijenarnews group Situbondo Jatim)